Rabu, 14 Januari 2009

Proposal PTK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keterampilan berbahasa terdiri atas empat, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Dalam pembelajaran di sekolah keterampilan berbahasa diajarkan secara terintgrasi.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang tertuang di dalam silabus, disebutkan bahwa salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa SMP adalah menulis puisi bebas. Menulis puisi merupakan hal yang sangat penting bagi siswa karena sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasan, keinginan, cita-cita, perasaan, dalam bentuk bahasa yang singkat dan penuh makna dengan mempertimbangkan segi keindahan. Selain itu, dengan menulis puisi akan memberikan kenikmatan seni, memperkaya kehidupan batin, menghaluskan budi, bahkan juga sering membangkitkan semangat hidup yang menyala, dan mempertinggi rasa ketuhanan dan keimanan.

Dari hasil observasi pembelajaran di kelas, wawancara dengan siswa dan guru, serta hasil belajar siswa dalam menulis puisi ternyata karya siswa dalam bentuk puisi belum sesuai harapan. Dari 36 anak siswa kelas VIIID SMP Negeri 9 Yogyakarta ternyata hanya 12 siswa yang mendapatkan nilai di atas 65. Padahal, kriteria ketuntasan minimalnya adalah 65. Hal ini berarti 64% siswa belum tuntas dalam kompetensi dasar menulis puisi bebas. Pada umumnya para siswa mengalami kesulitan dalam hal pemilihan kata, menggunakan majas, menuangkan kalimat yang singkat dan padat ke dalam larik pada bait, dan dalam aspek persajakan.

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pembelajaran, wawancara dengan siswa dan guru, kendala yang dialami para siswa tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) siswa kurang mendapatkan berlatih dalam menulis puisi, (2) siswa tidak tertarik menuangkan gagasan dan perasaannya dalam bentuk puisi, (3) siswa mengalami kesulitan dalam hal pemilihan kata, (4) menggunakan majas, (5) guru kesulitan dalam membangkitkan minat belajar siswa, (6) guru belum mengoptimalkan media dan metode yang tepat dalam pembelajaran.

Dengan kenyataan di atas, peneliti memandang perlunya dilakukan perbaikan terhadap pembelajaran menulis puisi agar siswa dapat menuangkan gagasan, keinginan, cita-cita, dan harapan dalam bentuk puisi dengan memperhatikan aspek-aspek keindahan puisi. Untuk itu guru perlu menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat sehingga mampu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Media yang dipandang mampu mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan menulis puisi siswa adalah media lagu. Dengan penggunaan media ini diharapkan siswa lebih tertarik dan serius dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis puisi bebas.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap 36 siswa ditemukan data tentang hambatan siswa dalam menulis puisi sebagai berikut:

NO

JENIS HAMBATAN

JUMLAH SISWA

PERSENTASE (%)

1

Diksi

28

58,33

2

Penggunaan majas

20

66,67

3

Persajakan

25

83,33

Rata-rata

69,44

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas dapat dilihat bahwa kesulitan yang dialami siswa dalam menulis puisi bebas sangat besar, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas puisi yang ditulis oleh siswa.

Melihat pembelajaran menulis puisi selama ini dan kondisi di atas, peneliti memandang perlu dilakukan pembelajaran menulis puisi yang dapat membangkitkan motivasi siswa sehingga siswa tertarik dan bergairah untuk menulis puisi. Dengan demikian pembelajaran menulis puisi menjadi salah satu pembelajaran yang menyenangkan sehingga akan mempengaruhi hasil karya siswa dalam bentuk puisi.

B. Perumusan Masalah

Berdasar latar belakang masalah di atas, hasil observasi, dan wawancara dengan siswa dan guru, rumusan masalah dalam penilitian ini adalah:

1. Apakah penggunaan media lagu dalam pembelajaran menulis puisi bebas dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam menulis puisi bebas?

2. Apakah penggunaan media lagu dalam pembelajaran menulis puisi bebas dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disampaikan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran puisi dengan media lagu.

2. Meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi dengan media lagu.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Toeretis

a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai alternatif, bagi guru di sekolah lain dalam pembelajaran menulis puisi bebas.

b. Bagi pihak-pihak yang terkait dengan Pengajaran Bahasa Indonesia khususnya menulis, dapat dipakai sebagai pengetahuan untuk kelayakan pengajaran bahasa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

1) Meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis.

2) Meningkatkan kemampuan menulis puisi bebas siswa untuk dapat menuangkan gagasan, kinginan, cita-cita, dan perasaan dalam bentuk puisi.

3) Siswa termotivasi untuk belajar berbahasa.

4) Meningkatkan kemampuan berpikir kritis

5) Menyuburkan hubungan antar pribadi secara positif.

b. Bagi guru

1) Umpan balik untuk mengetahui kesulitan belajar siswa.

2) Meningkatkan kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran

3) Meningkatkan gairah dalam melaksanakan pembelajaran

4) Guru terampil menggunakan model pembelajaran yang variatif.

c. Bagi sekolah

1) Memberi arah kinerja pimpinan sekolah dalam memfasilitasi guru dalam pelaksanaan pembelajaran

2) Memberi arah guru agar terampil dalam pengelolaan pembelajaran

3) Memberikan motivasi pada guru dalam meningkatkan kemampuan dan kreativitasnya dalam pembelajaran.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Hakikat Menulis

Menulis ialah melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat memahami lambang-lambang grafik tersebut (Tarigan, 2008:22). Menulis adalah kegiatan menyusun dan mengkomunikasikan gagasan dengan medium bahasa yang dilakukan penulis kepada pembaca sehingga terjadi interaksi keduanya deni tercapainya suatu tujuan. Atar Semi (1990:13-14) mengungkapkan bahwa menulis merupakan suatu proses. Dari proses tersebut, menulis juga melibatkan berbagai keterampilan menyusun pikiran dan perasaan dengan menggunakan kata-kata dalam bentuk susunan yang tepat.

Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan berbahasa yang paling akhir dikuasai siswa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Dibanding tiga kemampuan berbahasa yang lain, menulis lebih sulit dikuasai (Nurgiantoro, 2008:294). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi tulisan.

2. Hakikat Puisi

Herman J. Waluyo ( 2003:1) mengatakan bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias.

Pendapat lain mengenai pengertian puisi disampaikan oleh Pradopo (2002:7), yang menyatakan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama.Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan. Sementara itu, unsur-unsur estetika puisi dapat diketahui melalui unsur-unsur estetika (keindahan), misalnya gaya bahasa dan komposisinya. Puisi sebagai karya sastra, memiliki fungsi estetika dominan dan di dalamnya terdapat unsur-unsur kepuitisannya, misalnya persajakan, diksi (pilihan kata), irama, dan gaya bahasa. Gaya bahasa meliputi semua penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu, yaitu efek estetika atau aspek kepuitisan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah ungkapan perasaan, emosi, ide yang disampaikan dengan bahasa yang indah susunannya dan mempunyai makna yang luas. Puisi merupakan wujud dari pengalaman penulisnya dalam bentuk bahasa yang memiliki makna yang dalam. Bahasa puisi bersifat plastis, namun mampu mengakomodasikan berbagai dimensi makna di balik apa yang tersurat. Dimensi itu, misalnya imagery, yaitu gambar angan-angan pada saat orang membaca sebuah karya, sehingga merasa terlibat dengan pengalaman penyair.

3. Hakikat Menulis Puisi

Yang dimaksud menulis puisi dalam penelitian ini adalah pengungkapan perasaan, gagasan/ide terhadap sesuatu yang dialami, dirasakan, didengar, dan dilihat. Semuanya dituangkan secara tertulis dalam bentuk puisi dengan mempertimbangkan aspek ketepatan pilihan kata, penggunaan majas, persajakan, serta keindahan bahasa. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang terdapat pada subbab sebelumnya.

4. Media Pembelajaran

Media meruapakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Syiful Bahhri Djamarah dan Aswan Zain, 2002:136). Dalam proses belajar-mengajar, media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan pembelajaran, ketikjelasan bahan yang disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan pembelajaran daspat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan pembelajaran daripada tanpa menggunakan media.

Hal yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan media adalah tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi dasar tertentu dalam kurikulum harus dijadikan dasar penggunaan media pembelajaran.

Media pembelajaran memiliki beberapa fungsi dalam pembelajaran. Nana Sudjana (dalam Syiful Bahhri Djamarah dan Aswan Zain, 2006:155) menyatakan beberapa fungsi media pembelajaran. Fungsi media pembelajaran tersebut antara lain: 1) meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berpikir, sehingga dapat mengurangi verbalisme, 2) meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap, 3) memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa, 4) memberikan pengalaman yang tidak mudah dengan cara lain, 5) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga siswa akan lebih paham dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran dengan baik.

Sementara itu, Harjanto (2006:237) mengelompokkan media pembelajaran menjadi empat jenis, yaitu: 1) media grafis atau media dua dimensi, seperti gambar, foto, grafik, bagan, poster, kartun, komik, dll., 2) media tiga dimensi, yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, dll., 3) media proyeksi seperti slide, filmstrip, film, OHP, dll., dan 4) lingkungan.

Dalam menggunakan media pendidikan sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, harus didasarkan pada kriteria yang objektif. Sebab penggunaan media pendidikan tidak sekedar menampilkan program pengajaran di dalam kelas, tetapi juga mempertimbangkan tujuan pembelajaran, strategi yang dipakai, termasuk bahan pembelajaran.

5. Pengertian Lagu

Lagu merupakan gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hububgan temporal (biasanya diiringi dengan alat musik) untuk mengasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama). Ragam atau nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu. Lagu dapat dinyanyikan secara sola. Berdua, bertiga, atau beramai-ramai (kor). Perkataan dalam lagu biasnya berbentuk puisi berirama, namun bersifat keagamaan atau prosa bebas (http:id://.wikipedia.org/wiki/lagu).

Pono Banoe (2003:233), menyatakan bahwa lagu merupakan nyanyian atau melodi pokok. Yang juga berarti karya musik. Karya musik untuk dimainkan atau dinyanyikan dengan pola dan bentuk tertentu. Contoh: Indonesia Raya, Simfoni, Melati dari Jaya Giri, dan sebagainya. Lebih lanjut ia dibedakan menjadi: lagu anak-anak, lagu, daerah, lagu hiburan, lagu kebangsaan, lagu Melayu, dan lagu pop.

6. Lagu sebagai Media Pembelajaran

Media audio-visual merupakan salah satu media pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli. Media audio visual memiliki kemampuan untuk dapat mengatasi kekurangkan dari media audio atau media visual semata. Kemampuan media audio akan meningkat bila dilengkapi dengan karakteristik gerak.

Lagu yang ditayangkan memlalui LCD/video merupakan media pembelajaran audio visual yang sangat tepat dalam pembelajaran menulis puisi bebas karena syair lagu yang ada dalam lagu dapat digunakan sebgai contoh puisi, sedangkan musik yang megiringinya akan membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Lazanov (dalam Bobbi De Porter, 2006:73) yang menyatakan bahwa musik berpengaruh terhadap guru dalam mengajar. Lebih jauh dijelaskan guru dapat menggunakan musik untuk untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar. Musik juga membantu siswa bekerja lebih baik dan mengingat lebih banyak. Di samping itu, musik juga mampu merangsang, memanjakan dan memperkuat belajar siswa.

Dalam quantum learning, alasan yang menjadi dasar penggunaan musik dalam pembelajaran adalah karena musik berhubungan dan mempengaruhi konsisi fisiologis. Setelah dilakukan percobaan secara intensif dengan subjek para siswa didapati bahwa musik adalah kuncinya. Relaksasi yang diiringi dengan musik membuat pikiran selalu siap dan mampu berkonsentrasi (Lasanov dalam Bobbi De Porter, 2006:72).

Sementara itu Oemar Hamalik (1986:119-120) menyatakan bahwa dengan menggunakan rekaman lagu dapat: (1) mendorong motivasi belajar siswa, rekaman lagu dapat merangsang perhatian dan minat siswa, (2) efisiensi dalam pengajaran bahasa, (3) menjadikan pelajaran lebih konkret karena dapat memperdengarkan secara langsung hal-hal, peristiwa yang baru terjadi, sehingga siswa termotivasi untuk menuangkan idenya dalam bentuk tulisan, (4) rekaman lagu dapat diulang beberapa kali, hal ini akan menjadikan pelajaran labih baik karena dapat menghilangkan salah tafsir dan penguasaan bahan akan lebih mendalam, (5) mendorong berbagai kegiatan belajar, rekaman lagi memberikan keterangan-keterangan yang nyata.

B. Kerangka Berpikir

Minat siswa dan penggunaan media dalam pembelajaran merupakan hal yang berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi tertentu. Sebagian siswa menyatakan bahwa menulis puisi bebas merupakan materi pembelajaran yang rumit untuk dipelajari dan dipahami, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan kata yang tepat, majas, dan persajakan. Selain itu, media yang digunakan oleh guru belum dapat dioptimalkan. Hal ini menyebabkan siswa tidak tertarik sehingga kurang aktif dalam pembelajaran.

Media yang menurut peneliti mampu membangkitkan minat siswa dalam pembelajaran menulis puisi bebas adalah lagu. Hal ini didasarkan asumsi bahwa siswa sangat menyukai dan akrab dengan lagu-lagu pop, sehingga ketika diperdengarkan lagu tersebut siswa akan lebih tertarik dan serius dalam mengikuti pembelajaran. Berangkat dari ketertarikan siswa ini, siswa akan lebih bergairah dan aktif dalam mengikuti pembelajaran. Di samping itu, lagu yang syairnya bagus dilihat dari pilihan kata, majas, dan persajakannya, dapat dijadikan sebagai model puisi yang dapat dijadikan acuan untuk menulis puisi yang lain bagi siswa dengan tema yang sama atau berbeda dengan lagu. Dengan pembelajaran menulis puisi menggunakan media lagu ini, siswa dan guru juga akan memperoleh suatu pengalaman baru dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran menulis puisi, sehingga siswa menjadi lebih mudah menemukan tema, pilihan kata yang tepat, majas, dan persajakan. Sedangkan guru dapat menggunakan berbagai media dan metode pembelajaran yang bervariasi dan inovatif. Dengan demikian, tujuan akhir dari pembelajaran dapat tercapai, yakni meningkatnya kemampuan siswa dalam menulis puisi bebas.

Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat dari bagan berikut:


C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian reflektif yang didasarkan sharing idea antarguru mata pelajaran sejenis yang tergabung dalam MGMP dan kajian teori dalam penelitian tindakan kelas ini ditetapkan hipotesis tindakan sebagai berikut:

Pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan media lagu dapat meningkatkan motivasi dan kemampuan menulis puisi bebas siswa kelas VIIID SMP Negeri 9 Yogyakarta Tahun pelajaran 2008/2009”.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Karakteristik Kelas

Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan di kelas VIII D SMP Negeri 9 Yogyakarta dengan jumlah peserta didik 36 siswa, yang terdiri atas 16 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.

Kondisi awal pelaksanaan tindakan kelas ini terekam data sebagai berikut:

  1. Masih rendahnya kemampuan menulis puisi siswa.
  2. Masih tingginya hambatan/kendala yang dihadapi siswa dalam menulis puisi bebas.
  3. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang inovatif secara optimal.
  4. Menulis puisi bebas belum dijadikan kebiasaan siswa.
  5. Lingkungan kelas belum kondusif untuk melakukan kegiatan menulis. (buku fiksi, nonfiksi, dan teks belum mencukupi untuk seluruh siswa)

B. Rencana Tindakan

Kegiatan penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam dua siklus. Penelitian ini diawali dengan kegiatan observasi untuk memeroleh informasi dan gambaran terhadap permasalahan yang sedang dihadapi, diteliti, dan tindakan yang telah dilakukan oleh guru dan dilanjutkan dengan membahas hasil observasi serta merencanakan dan menetapkan tindakan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan proses, yaitu dengan mengamati proses kegiatan dari siklus pertama hingga siklus kedua. Adapun prosedur yang digunakan mengambil model Kemmis dn Mc Taggart (dalam Zainal Aqib, 2007:22) yang meliputi langkah-langkah (a) perencanaan (planning), (b) pelaksanaan tindakan (acting), (c) observasi (observation)dan evaluasi hasil pengamatan, dan (d) refleksi (reflecting).

a. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan rencana pembelajaran dan skenario pembelajaran menulis puisi bebas dengan media gambar.

2. Membuat media pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang akan diajarkan.

3. Penyusunan alat evaluasi tindakan berupa:

a) Pedoman wawancara (untuk siswa, guru, dan kolaborator)

b) Lembar observasi kegiatan belajar mengajar

c) Soal evaluasi dan tugas

b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Tindakan dilaksanakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat, meliputi:

1. Siswa dikelompokan menjadi 7 kelompok dengan anggota kelompok 4-5 siswa.

2. Siswa mendengarkan dan menyaksikan sebuah lagu melalui video klip.

3. Siswa bertanya jawab dengan guru mengenai isi syair lagu.

4. Siswa menjawab pertanyaan berkaitan dengan isi lagu.

5. Siswa menganalisis syair lagu dari segi pilihan kata, persajakan dan majas.

6. Wakil kelompok menyampaikan hasil diskusi mengan dan hasil analisisnya dan ditanggapi oleh kelompok yang lain.

7. Salah satu siswa membacakan sebuah puisi karya guru yang bersumber dari syair lagu dengan tema yang sama sebagai model.

8. Siswa mendengarkan dan menyaksikan lagi sebuah lagu yang lain yang ditayangkan melalui LCD.

9. Siswa mencermati syair lagu yang diperdengarkan dari segi pilihan kata, majas, dan persajakan.

10. Siswa menulis sebuah puisi bebas dengan tema yang sama dengan lagu yang diperdengarkan dengan memperhatikan ketepatan pilihan kata, majas, dan persajakan.

11. Siswa menyunting pekerjaan teman dalam satu kelompok dari segi pilihan kata, majas, dan persajakan.

12. Siswa memilih puisi karya terbaik dalam satu kelompok dengan mengacu pada aspek ketepatan isi, pilihan kata, penggunaan majas, dan persajakan.

13. Siswa membacakan beberapa karya terbaik dalam satu kelompok.

14. Siswa memajangkan hasil karyanya.

15. Guru bersama siswa menilai isi, proses, dan hasil menggunakan teknik ini

c. Observasi (Observation)

Observasi pelaksanaan tindakan/ pembelajaran dilakukan secara kolaboratif dengan menggunakan format pengamatan proses pembelajaran. Evaluasi hasil pengamatan juga dilaksanakan secara kolaboratif dengan mengolah data yang telah diperoleh dan memaknainya serta menentukan keberhasilan dan pencapaian tindakan dan atau hasil sampingan dari pelaksanaan tindakan.

d. Refleksi (Reflecting)

Hasil observasi dan evaluasi dianalisis. Berdasarkan analisis ini guru peneliti bersama kolaborator dan siswa melakukan refleksi diri untuk menentukan perencanaan dan tindakan berikutnya. Refleksi juga didasarkan atas jurnal yang dibuat guru setelah selesai melaksanakan tindakan/ pembelajaran dan learning logs yang dibuat siswa serta hasil kerja siswa yang dikumpulkan atau dipresentasikan, dan hasil kerja kelompok.

C. Cara Pengambilan Data

Data dalam penelitian tindakan ini diambil dari pengamatan dan analisis terhadap (1) hasil belajar siswa, (2) suasana kegiatan pembelajaran, (3) refleksi diri dan perubahan-perubahan yang terjadi, dan (4) keterkaitan perencanaan dengan pelaksanaan.

Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan:

  1. Teknik tes untuk memeroleh data hasil belajar siswa.
  2. Teknik angket minat untuk mendapatkan data tentang minat belajar siswa.
  3. Teknik observasi langsung untuk mendapatkan data situasi pembelajaran pada saat pelaksanaan tindakan (dilakukan oleh kolaborator).
  4. Analisis dokumen (jurnal) untuk mendapatkan data yang berkait dengan refleksi diri dan perubahan yang terjadi di kelas.
  5. Analisis rencana pembelajaran dan hasil pengamatan proses pembelajaran digunakan untuk memperoleh data tentang keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan tindakan.

D. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah semakin tingginya minat dan kemampuan membaca siswa, yang ditandai dengan :

1. Sekurang-kurangnya 75 % siswa berminat mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia.

2. Sekurang-kurangnya 65 % siswa berperan aktif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

3. Sekurang-kurangnya 75 % siswa mampu menulis puisi bebas dengan menggunakan majas, persajakan, dan pilihan kata yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas.

Bobbi De Porter. Dan Mike Hernachi. 2003. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenagkan. Bandung: Mizan Pustaka.

Depdiknas. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP/M.Ts. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Harjanto. 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Oemar Hamalik, 1986. Media Pendidikan. Bandung: Alumni.

Pono Banoe, 2003. Kamus Seni Musik. Bandung: Alumni.

Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: PT BPFE.

Sadiman, Arif S.,dkk. 2003. Media Pendidikan:Pengertian,Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Semi, M.Atar. 1990. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya.

Soeparno.1987. Media Pembelajaran Bahasa. Klaten: Intan Pariwara.

Tarigan, Henri Guntur. 2008. Menulis: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Waluyo, J. Herman. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Surabaya: Erlangga.

Problematika Reduplikasi

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam berkomunikasi sehari-hari sering digunakan berbagai bentuk kata. Salah satu bentuk kata yang sering digunakan dalam kegiatan komunikasi tersebut adalah kata ulang. Kata ulang atau reduplikasi adalah proses pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya atau sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan itu disebut kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasarnya (Ramlan2001:64). Misalnya kata ulang rumah-rumah dari bentuk dasar rumah, kata ulang perumahan-perumahan dari bentuk dasar perumahan, kata ulang berjalan-jalan dari bentuk berjalan. Namun, dalam kata ulang tertentu mungkin mengalami kesulitan dalam menentukan bentuk dasarnya misalnya pada kata ulang bolak-balik apakah bentuk dasarnya bolak atau balik?, kata ulang gerak-gerik bentuk dasrnya garak atau gerik? Kata ulang berlari-lari berasalal dari bentuk dasar belari atau lari? Kata ulang bersalam-salaman berasal dari bentuk dasar bersalam, salaman, atau bersalaman?.

Di samping itu sering juga muncul permasalahan dalam proses pembentukan kata ulang tersebut, sebagai contoh kereta-keretaan apakah proses pembentukkannya kereta-kereta kemudian mendapat sufiks –an (kereta ► kereta-kereta ►keretaan) atau dari bentuk dasar kereta diulang dan mendapatkan bubuhan afiks –an (kereta ► kereta-keretaan).

Permasalahan lain yang muncul adalah apakah bentuk alun-alun, anai-anai, simpang-siur, biri-biri dan kata yang sejenis ini dapat dimasukkan sebagai kata ulang? Tentu saja hal ini sangat membingungkan bagi para pemakai bahasa Indonesia yang masih awam berkaitan dengan menentukan bentuk dasar, proses pengulangan, dan kata-kata yang menyerupai kata ulang dapatkah disebut kata ulang atau bukan.

Berdasarkan uraian tersebut, makalah ini akan membahas mengenai cara menentukan bentuk dasar kata ulang, proses pembentukan kata ulang, dan menentukan kata ulang dengan bentuk-bentuk yang menyerupai kata ulang.

BAB II

PEMBAHASAN

Sebelum dibahas beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kata ulang seperti yang telah diuraikan tersebut berikut akan disampaikan pengertian-pengertian tentang kata ulang, ciri-ciri kata ulang, jenis-jenis kata ulang, serta makna kata ulang

A. Beberapa pengertian reduplikasi menurut berbagai pakar kebahasaan.

Ramlan (2001:63) menyatakan bahwa proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Sedangkan Muslich (1990:48) berpendapat bahwa proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak.

Sementara itu Solichi (1996:9) menyatakan proses reduplikasi yaitu pengulangan satuan gramatikal, baik selurunya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan disebut kata ulang, satuan yang diulang merupakan bentuk dasar.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai definisi kata ulang tersebut dapat disimpulkan bahwa proses reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagaian, baik dengan variasi fonem maupun tidak yang menghasilkan kata baru yangdi sebut kata ulang.

B. Ciri khusus reduplikasi.

1. Selalu memiliki bentuk dasar dan bentuk dasar kata ulang selalu ada dalam pemakaian bahasa. Maksud ”dalam pemakaian bahasa” adalah dapat dipakai dalam konteks kalimat dan ada dalam kenyataan berbahasa.

Contoh:

Kata Ulang

Bentuk Dasar

Mengata-ngatakan

Mengatakan, bukan mengata

Menyatu-nyatukan

Menyatukan, bukan menyatu (sebab tidak sama dengan kelas kata ulangnya)

Melari-larikan

Melarikan, bukan melari

Mempertunjuk-tunjukan

Mempertunjukkan, bukan mempertunjuk

Bergerak-gerak

Bergerak, bukan gerak (sebab kelas katanya berbeda dengan kata ulangnya)

Berdesak-desakkan

Berdesakan, bukan berdesak

2. Ada hubungan semantis atau hubungan makna antara kata ulang dengan bentuk dasar. Arti bentuk dasar kata ulang selalu berhubungan dengan arti kata ulangnya. Ciri ini sebenarnya untuk menjawab persoalan bentuk kata yang secara fonemis berulang, tetapi bukan merupakan hasil proses pengulangan.

Contoh:

§ Bentuk alun bukan merupakan bentuk dasar dari kata alun-alun.

§ Bentuk undang bukan merupakan bentuk dasar dari kata undang-undang.

3. Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata atau kelas kata. Apabila suatu kata ulang berkelas kata benda, bentuk dasarnya pun berkelas kata benda. Begitu juga, apabila kata ulang itu berkelas kata kerja, bentuk dasarnya juga berkelas kata kerja. Lebih jelasnya, jenis kata kata ulang, sama dengan bentuk dasarnya.

Contoh:

Kata Ulang

Bentuk Dasar

Gedung-gedung (kata benda)

Gedung (kata benda)

Sayur-sayuran (kata benda)

Sayur (kata benda)

Membaca-baca (kata kerja)

Membaca (kata kerja)

Berlari-lari (kata kerja)

Berlari (kata kerja)

Pelan-pelan (kata sifat)

Pelan (kata sifat)

Besar-besar (kata sifat)

Besar (kata sifat)

Tiga-tiga (kata bilangan)

Tiga (kata bilangan)

Namun demikian, ada juga pengulangan yang mengubah golongan kata, ialah pengulangan dengan se-nya, misalnya:

Tinggi ► setinggi-tingginya

Luas ► seluas-luasnya

Cepat secepat-cepatnya

Kata-kata setinggi-tingginya, seluas-luasnya, dan secepat-cepatnya termasuk golongan kata keterangan karena kata-kata tersebut secara dominan menduduki fungsi keterangan dalam suatu klausa, sedangkan bentuk dasarnya, ialah tinggi, luas, dan cepat termasuk golongan kata sifat.

C. Ciri umum kata ulang sebagai proses pembentukan kata.

1. Menimbulkan makna gramatis.

2. Terdiri lebih dari satu morfem (Polimorfemis).

D. Jenis-jenis Kata Ulang

a. Kata ulang utuh, adalah kata ulang yang diulang secara utuh.

Contoh: gedung + { R } = gedung-gedung.

b. Kata ulang sebagian, adalah kata ulang yang pada proses pengulangannya hanya sebagian dari bentuk dasar saja yang diulang.

Contoh: berjalan + { R } = berjalan-jalan

c. Kata ulang berimbuhan, adalah kata ulang yang mendapatkan imbuhan atau kata ulang yang telah diberi afiks. Baik itu prefiks, infiks maupun sufiks.

Contoh: mobil + { R } = mobil-mobil + an = mobil-mobilan.

d. Kata ulang dengan perubahan fonem,

Contoh: sayur + { R } = sayur-mayur

Contoh: gerak-gerik, sayur-mayur, lauk-pauk

D. Makna Kata Ulang

Makna kata ulang antara lain sebagai berikut.

1. Kata ulang yang menyatakan banyak tidak menentu

- Pulau-pulau yang ada di dekat perbatasan dengan negara lain perlu diperhatikan oleh pemerintah.

2. Kata ulang yang menyatakan sangat

- Anak kelas 3 ipa 1 orangnya malas-malas dan sangat tidak kooperatif.

3. Kata ulang yang menyatakan paling

- Setinggi-tingginya Joni naik pohon, pasti dia akan turun juga.

4. Kata ulang yang menyatakan mirip / menyerupai / tiruan

- Adik membuat kapal-kapalan dari kertas yang dibuang Pak Jamil tadi pagi.

5. Kata ulang yang menyatakan saling atau berbalasan

- Ketika mereka berpacaran selalu saja cubit-cubitan sambil tertawa.

6. Kata ulang yang menyatakan bertambah atau makin


- Biarkan dia main hujan! lama-lama dia akan kedinginan juga.

7. Kata ulang yang menyatakan waktu atau masa


- Datang-datang dia langsung tidur di kamar karena kecapekan.

8. Kata ulang yang menyatakan berusaha atau penyebab

- Setelah kejadian itu dia menguat-nguatkan diri mencoba untuk tabah.

9. Kata ulang yang menyatakan terus-menerus

- Mirnawati selalu bertanya-tanya pada dirinya apakah kesalahannya pada Bram dapat termaafkan.

10. Kata ulang yang menyatakan agak (melemahkan arti)

- Kepala adik pusing-pusing.

11. Kata ulang yang menyatakan beberapa

- Mas parto berminggu-minggu tidak apel ke rumahku. Ada apa ya?

12. Kata ulang yang menyatakan sifat atau agak

- Wajahnya terlihat kemerah-merahan ketika pujaan hatinya menyapa dirinya.


E. Cara Menentukan Bentuk Dasar Kata Ulang

Kata Ulang

Bentuk Dasar

berjalan-jalan

Berjalan (bukan jalan), karena merupakan kata ulang sebagian dan berjalan berjenis kata kerja

tumbuh-tumbuhan

Tumbuhan (bukan tumbuh), karena tumbuhan kata benda sedangkan tumbuh kata kerja(kata ulang tidak mengubah kelas kata)

berpandan-pandangan

Berpandangan (bukan pandangan), karena berpandangan merupakan kata kerja, sedangkan pandangan kata benda, berpandang tidak dijumpai dalam tuturan.

Gerak-gerik

Gerak (bukan gerik), karena tidak ada bentuk gerik berdiri sendiri. Selain itu ada bentuk bergerak, gerakan, tetapi tidak ada bentuk bergerik, gerikan

Bolak-balik

Balik (bukan balik), karena ada bentuk berbalik, membalikkan, tetapi tidak ada bentuk berbolak atau membolakkan

Robak-rabik

Robek (bukan robak atau rabik0 karena ada bentuk dirobek, robekan, merobek, tetapi tidak ada bentuk merobak, dirobak, merabik, dirabik

Lauk-pauk

Lauk (bukan pauk), karena tidak dijumpai dalam tuturan

Ramah-tamah

Ramah (bukan tamah), karena tidak dijumpai dalam tuturan

E. Cara Menentukan Proses Kata Ulang

Pada kata ulang tertentu sering dijumpai adanya kesulitan dalam menentukan proses pengulangannya seperti telah diuraikan di depan. Berikut akan diuraikan mengenai proses pengulangan kata yang yang sering menimbulkan permasalahan, di antarnya:

Pengulangan bentuk dasar kereta menjadi kereta-kereta menyatakan makna ’banyak’, sedangkan pada kereta-keretaan tidak terdapat makna ’banyak’. Yang ada makna ’sesuatu yang menyerupai bentuk dasar’. Jelaslah bahwa satu-satunya kemungkinan ialah kata kereta-keretaan terbentuk dari bentuk dasar kereta yang diulang dan mendapat afiks –an. Namun, Menurut Ramlan, proses tersebut dinilai tidak mungkin jika dilihat dari faktor makna. Contoh kata ulang yang lain sebagai berikut:

mobil → mobil-mobilan

gunung → gunung-gunungan

orang → orang-orangan

anak → anak-anakan

kereta → kereta-keretaan

Demikian juga kata-kata kehitam-hitaman, keputih-putihan, kemerah-merahan, sejelek-jeleknya, setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, dan sebagainya, juga terbentuk dengan cara yang sama sebagaimana cara di atas, yaitu dengan pengulangan dan pembubuhan afiks pada bentuk dasarnya:

hitam → kehitam-hitaman

putih → keputih-putihan

merah → kemerah-merahan

jelek → sejelek-jeleknya

tinggi → setinggi-tingginya

dalam → sedalam-dalamnya

Proses pembentukan kata ulang berimbuhan seperti ini, sebenarnya sama dengan kereta menjadi kereta-kereta dan ditambahui imbuhan -an. Hanya saja, bentuk kereta-keretaan tidak berasal dari kereta-kereta yang diberi imbuhan -an, karena secara makna keduanya tidak ada kesamaan.

F. Bentuk-bentuk yang menyerupai Kata Ulang

Ada beberapa bentuk yang sering dianggap sebagai kata ulang, tetapi sebenarnya bentuk-bentuk tersebut oleh beberapa pakar bahasa tidak disebut sebagai kata ulang atau ada pakar bahasa yang mengelompokkan sebagai kata ulang semu. Kata-kata tersebut antara lain:

mondar-mandir

compang-camping

kocar-kacir

kupu-kupu

gado-gado

onde-onde

Bentuk-bentuk tersebut tidak pernah dijumpai berdiri sendiri dalam tuturan, misalnya onde, kupu, gado, mondar, camping. Dengan demikian kata tersebut merupakan bentuk dasar. Lebih lanjut Soedjito hanya mengelompokkan bentuk- bentuk seperti kupu-kupu, onde-onde, dan gado-gado saja dalam kata ulang semu. Sedangkan mondar-mandir, compang-camping, dan kocar-kacir, dikelompokkannya dalam bentuk kata ulang berubah bunyi, hanya saja bentuk dasarnya tidak diketahui.

Sementara itu, sering juga dijumpai bentuk simpang-siur, sunyi-senyap, beras-petas yang sementara ini oleh orang awam dianggap sebagai kata ulang, ternyata juga bukan merupakan kata ulang. Berkaitan dengan masalah ini, Ramlan (2001:76), menjelaskan bahwa bila bentuk tersebut dianggap sebagai kata ulang, berarti bahwa siur perubahan dari simpang, senyap perubahan dari sunyi, dan petas dari beras. Mungkinkah siur dari simpang, senyap dari sunyi, dan petas dari beras? Secara deskripsi tentu hal ini tidak mungkin. Perubahnnya sangat sukar dijelaskan. Kata-kata tersebut, kiranya lebih tepat dimasukkan dalam golongan kata majemuk yang salah satu morfemnya berupa morfem unik.

BAB III

PENUTUP

Reduplikasi merupakan salah satu cara untuk membentuk kata dalam bahasa Indonesia, selain afiksasi dan komponisasi. Proses reduplikasi dapat berlangsung apabila ada kata yang menjadi dasar ulangannya. Jadi, yang menjadi dasar ulangan harus kata. Jika dasar ulang tersebut telah mengalami reduplikasi, terbentuklah kata yang disebut kata ulang.

Permasalahan yang muncul dalam proses reduplikasi antara lain mengenai penentuan bentuk dasar kata ulang tertentu, proses reduplikasi pada kata ulang tertentu , dan bentuk-bentuk yang menyerupai reduplikasi apakah dapat digolongkan ke dalam bentuk reduplikai atau tidak. Permasalahan-permasalahan itu kiranya dapat diatasi dengan membaca beberapa tulisan yang membahas reduplikasi. Selain itu, permasalah seputar reduplikasi bisa juga diatasi dengan cara mengikuti diskusi ilmiah yang membahas mengenai masalah-masalah kebahasaan pada umumnya dan lebih khusus lagi yang terfokus pada masalah reduplikasi.

Demi menghindari adanya kesalahan atau kerancuan dalam berbahasa, disarankan bagi pengguna bahasa untuk menggunakan tata cara yang umum dan banyak digunakan oleh masyarakat. Namun, para pengguna bahasa juga harus mengoreksi lagi, apa tata cara tersebut sesuai dengan stadar dan tata cara yang telah disepakati dalam konferensi. Pemakaian bahasa yang umum belum tentu benar, justru karena pemakaiannya yang telah menyeluruh itu kesalahannya jadi tidak tampak.

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.

Muslich, Masnur. 1990. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif. Malang: YA 3 Malang.

Ramlan. 2001. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono.

Solichi, Mansur. 1996. Hand-Out Morfologi. Malang: IKIP Malang.

Soedjito. 1995. Morfologi Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang.